home

Kamis, 03 November 2011

CLASSROOM ACTION RESEARCH IN QUADRILATERALS

PENGGUNAAN PUZZQUARE MELALUI MISSOURI MATHEMATICS PROJECTS (MMP) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR                      LUAS DAERAH SEGIEMPAT SISWA KELAS VII SMP NEGERI 3 PATI
Oleh: Wulan Fitriyani, S. Pd., Guru Matematika SMP Negeri 3 Pati

Abstrak
Tujuan pembelajaran matematika adalah terbentuknya kemampuan bernalar pada diri siswa yang tercermin melalui kemampuan berpikir kritis, logis, sistematis, dan memiliki sifat obyektif, jujur, disiplin dalam memecahkan suatu permasalahan baik dalam bidang matematika, bidang lain maupun dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut selaras dengan tuntutan era globalisasi,  manusia dituntut memiliki sejumlah keterampilan untuk memperoleh, memilih, dan mengelola informasi. Dalam kenyataan hasil belajar matematika yang dicapai siswa secara umum, kurang sebanding dengan harapan yang ada dalam tujuan pembelajaran matematika. Namun demikian tidak semua siswa mengalami kesulitan dalam belajar Matematika, ada juga siswa yang merasa mudah dalam mempelajarinya, salah satunya adalah materi luas daerah segiempat.
Kurangnya pemahaman materi segiempat ini juga dirasakan penulis pada siswa kelas VII A, sehingga perlu diadakan perubahan dalam pembelajaran yang selama ini digunakan.Adapun perubahan yang dimaksud adalah penggunaan PUZZQUARE sebagai alat bantu dalam penyampaian materi luas daerah segiempat, melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK) untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

Dari hasil analisis masalah yang diuraikan penulis maka perbaikan pembelajaran melalui PTK yang dilaksanakan, berfokus pada perumusan masalah “Apakah penggunaan PUZZQUARE melalui MMP dapat meningkatkan hasil belajar luas daerah segiempat siswa kelas VII A SMP Negeri 3 Pati?” yang akan dilakukan melalui 2 siklus, yang masing – masing terdiri empat tahap, yaitu planing (perencanaan), acting (tindakan), observing (pengamatan), dan Refleksi (refleksi).
Hasil yang diperoleh setelah diadakannya PTK adalah siswa sudah lebih aktif dalam diskusi kelompok, karena banyak siswa yang merasa senang mengikuti pembelajaran yang dilakukan; siswa sangat antusias mengikuti pembelajaran MMP; 90% siswa terlibat dalam diskusi kelompok. Sedangkan hasil belajar yang dicapai siswa mengalami peningkatan dengan rata-rata 81.67 dan ketuntasan klasikal mencapai 95,23%.
Kata kunci: PUZZQUARE, Missouri Mathematics Projects, Hasil Belajar






PENDAHULUAN
Materi Segiempat dalam Matematika dimunculkan pada jenjang SMP kelas VII. Meskipun siswa sudah diperkenalkan segiempat sejak Sekolah Dasar, namun banyak siswa masih kurang memahami luas daerah segiempat. Hal ini terjadi karena begitu banyaknya jenis segiempat, sehingga sering terjadi kesalahan penerapan rumus luas daerah segiempat, yang pada umumnya disebabkan oleh rendahnya kemauan dan kemampuan siswa dalam belajar matematika sehingga mempengaruhi pemahaman konsep matematikanya.
Vernon A Magnesen sebagaimana dikutip oleh Dryden dan Vos mengatakan, “Kita belajar 10% dari yang kita baca; 20% dari yang kita dengar; 30% dari yang kita lihat; 50% dari yang kita lihat dan dengar; 70% dari yang kita katakan; dan 90% dari yang kita katakan dan lakukan.” (M. Musrofi, 2008:  48).
Pembelajaran yang menambah pengalaman siswa melalui kegiatan (tindakan) perlu dilakukan, sehingga lebih mengena dan tertanam dalam benak siswa. Menurut Edisson dalam Musrofi mengatakan bahwa “Genius adalah 1% inspirasi (ide, rencana) dan 99% keringat (bekerja keras).”  Jadi keberhasilan lebih didomonasi oleh tindakan daripada inspirasi. Demikian juga dalam pembelajaran, dominasi siswa lebih diperlukan, dan guru hanya sebagai motivator.
Kurangnya pemahaman materi segiempat dirasakan penulis pada siswa kelas VII A, sehingga perlu diadakan perubahan dalam pembelajaran yang selama ini digunakan. Adapun perubahan yang dimaksud adalah penggunaan PUZZQUARE sebagai alat bantu dalam penyampaian materi luas daerah segiempat, melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK) untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
Beberapa masalah yang ditemukan saat mengajar di kelas VII A SMP Negeri 3 Pati, yang diidentifikasi adalah beberapa siswa kelas VII A lemah dalam memahami luas daerah segiempat dan cenderung mengalami kesalahan dalam penerapan rumus luas daerah segiempat dalam setiap jenisnya karena selama ini siswa hanya menghapalkan rumusnya saja dan kurang mendapat pengalaman cara memperoleh rumus tersebut.
Berdasarkan uraian identifikasi masalah, penulis melakukan introspeksi diri terhadap pembelajaran yang telah dilakukan hingga ditemukan akar dari masalah tersebut adalah metode pembelajaran yang kurang tepat, media dan alat bantu pembelajaran yang kurang memadai, peran serta siswa kurang dimaksimalkan.
Dari hasil analisis masalah yang diuraikan penulis maka perbaikan pembelajaran melalui PTK yang dilaksanakan, berfokus pada perumusan masalah “Apakah penggunaan PUZZQUARE melalui MMP dapat meningkatkan hasil belajar luas daerah segiempat siswa kelas VII A SMP Negeri 3 Pati?”
Tujuan yang ingin dicapai melalui Penelitian Tindakan ini adalah meningkatkan hasil belajar luas daerah segiempat siswa kelas VII A dengan menggunakan PUZZQUARE melalui MMP.
Berdasarkan pengamatan, proses pembelajaran matematika SMP di kelas biasanya nuansa pembelajaran berpusat pada guru masih terasa. Maka tak heran jika daya serap siswa kurang dari 50% (Supriyono, 2004). Peter Sheal meneliti bahwa peserta didik yang hanya mengandalkan penglihatan dan pendengaran dalam proses pembelajarannya hanya mampu menyerap 50% saja, karena 20% terserap ketika guru menggunakan alat bantu pembelajaran dan 30% ketika guru mengaitkan dengan masalah sehari-hari (kontekstual). Dampak lainnya adalah siswa lebih sering menonton gurunya mengajar daripada memperhatikan guru mengajar. (Sarman, 2003)
Dengan demikian, tantangan yang berat bagi guru adalah bagaimana seorang guru merencanakan suatu pembelajaran. Guru lebih dituntut mengatur strategi pembelajaran tanpa harus mengabaikan hasil pembelajaran. Inti dari perencanaan pembelajaran adalah media pembelajaran dan skenario pembelajarannya.
Materi segiempat dalam kurikulum masuk pada kelas VII semester genap dengan standar kompetensi 6, yaitu Geometri: memahami konsep segi empat dan segitiga serta menentukan ukurannya, dengan kompetensi dasar  menghitung keliling dan luas bangun segi empat serta menggunakannya dalam pemecahan masalah. Indikator dalam materi ini adalah menurunkan dan menghitung luas daerah segiempat serta menerapkan konsep luas daerah segiempat dalam pemecahan masalah.
Beberapa kegiatan pembelajaran yang berkaitan dengan kompetensi dasar tersebut adalah menemukan rumus keliling bangun segi empat dengan cara mengukur panjang sisinya, menemukan luas persegi dan persegi panjang menggunakan petak satuan, menemukan luas jajargenjang, trapesium, layang-layang dan belah ketupat dengan menggunakan luas persegi atau persegi panjang, menggunakan rumus bangun segiempat untuk menyelesaikan masalah.
Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan pesan, serta dapat menyalurkan pikiran, perasaan, dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong proses belajar yang disengaja, bertujuan dan terkendali (Miarso dalam Hadi Sutopo, 2009).
A puzzle is a problemor enigma that tests the ingenuityof the solver. In a basic puzzle, one is intended to piece together objects (puzzle pieces) in a logical way in order to come up with the desired shape, picture or solution. Puzzles are often contrived as a form of entertainment, but they can also stem from serious mathematical or logistical problems — in such cases, their successful resolution can be a significant contribution to mathematical research.(Wikipedia).

PUZZQUARE, Puzzle of Quadrilateral Area merupakan media pembelajaran yang digunakan untuk meningkatkan hasil belajar luas daerah segiempat siswa kelas VII. PUZZQUARE yang dipakai dalam pembelajaran dipersiapkan sendiri oleh siswa. Bahan yang digunakan adalah kartu voucher bekas isi ulang pulsa. Setiap siswa membuat prototipe setiap segiempat yang masing-masing dua buah dengan ukuran yang sama. Satu buah setiap jenisnya inilah yang nantinya akan dipotong oleh siswa dan disusun ulang sendiri oleh siswa seperti permainan puzzle. Puzzle yang telah disusun harus membentuk bangun persegipanjang yang sebelumnya telah diketahui bersama rumus luas daerahnya. Puzzle – puzzle inilah yang akan disediki oleh siswa untuk menurunkan rumus luas daerah segiempat (jajargenjang, layang-layang, belah ketupat, trapesium) yang didasarkan pada rumus luas daerah persegi panjang.
Salah satu model pembelajaran yang secara empiris sudah dilakukan pengkajian melalui suatu penelitian adalah model yang dikembangkan dalam Missouri Mathematics Project (MMP) oleh Convey pada tahun 1986 (Krismanto, 2003). Menurut Convey, Missouri Mathematics Project (MMP) merupakan salah satu model pembelajaran yang tersetruktur, seperti halnya Struktur Pengajaran Matematika (SPM).
Menurut Widdiharto dalam Sofi’i (2009), secara sederhana tahapan kegiatan dalam SPM adalah Pendahuluan yang meliputi kegiatan appersepsi, revisi, motivasi, dan introduksi; Pengembangan yang meliputi pembelajaran konsep / prinsip; Penerapan yang meliputi pelatihan penggunaan konsep/prinsip, pengembangan skill, dan evaluasi.
Struktur pengajaran yang dikemas dalam model MMP meliputi lima urutan langkah (fase), yaitu : Review, pengembangan, kerja kooperatif, kerja mandiri (Seat Work), dan Penugasan (PR). (Krismanto, 2003)
Fase I : Review. Pada fase ini guru dan siswa meninjau ulang apa yang sudah tercakup pada pembelajaran sebelumnya. Yang ditinjau adalah pekerjaan rumah (PR), mencongak, atau membuat prakiraan, dengan total waktu sekitar 10 menit. Tujuan kegiatan ini adalah: Guru mempelajari pengetahuan awal yang dipunyai siswa mengenai topik yang dibahas; Guru mengkaitkan antara materi yang akan di bahas dengan materi yang telah dimiliki siswa.
Fase II : Pengembangan. Pada fase ini guru menyajikan ide baru dan perluasan konsep matematika terdahulu. Siswa diberi tahu tujuan pembelajaran yang memiliki “antisipasi” tentang sasaran pelajaran. Penjelasan dan diskusi interaktif antara guru-siswa harus disajikan termasuk demonstrasi kongkrit yang sifatnya pictorial atau simbolik. Guru merekomendasikan 20 menit untuk pengembangan. Pengembangan akan lebih bijaksana bila dikombinasikan dengan kontrol latihan untuk meyakinkan siswa mengikuti penyajian materi baru itu.
Fase III : Kerja Kooperatif. Siswa diminta respon satu rangkaian soal sambil guru mengamati kalau-kalau terjadi miskonsepsi. Pada latihan terkontrol ini respon setiap siswa sangat menguntungkan bagi guru dan siswa. Pengembangan dan latihan terkontrol dapat saling mengisi dengan total waktu sekitar 30 menit. Guru harus memasukkan rincian khusus tanggung jawab kelompok dan ganjaran individual berdasarkan pencapaian materi yang dipelajari. Pada fase ini siswa berada dalam kerja kelompok, untuk kemudian beberapa perwakilan kelompok mempresesntasikan hasil kerja kelompok.
Fase IV : Seat Work (kerja mandiri). Pada fase ini siswa bekerja secara sendiri-sendiri untuk latihan atau perluasan dalam mempelajari konsep yang disajikan guru pada fase II. Alokasi waktu yang dirancang adalah 10 menit.
Fase V : Penugasan (PR). Pada fase ini siswa diminta untuk merangkum atau menarik suatu kesimpulan dengan dipandu guru, serta siswa diberikan tugas untuk dikerjakan di rumah sebagai PR.
Pembelajaran berbasis Cooperatif Learning menekankan pada kehadiran teman sebaya yang berinteraksi antar sesamanya sebagai sebuah tim dalam menyelesaikan atau membahas suatu masalah atau tugas. Dengan demikian, dalam cooperative learning merupakan upaya pemberdayaan teman sejawat, meningkatkan interaksi antar siswa, serta hubungan yang saling menguntungkan antar mereka. Siswa dalam kelompok akan belajar mendengar ide atau gagasan orang lain, berdiskusi setuju atau tidak setuju, menawarkan atau menerima kritikan yang membangun, dan siswa merasa tidak terbebani ketika ternyata pekerjaannya salah (Possamentier dalam Sofi’i, 2009).
Tahapan pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP), memberikan kesempatan pada siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan awal yang telah dimiliki siswa dengan pengetahuan baru yang akan dipelajari (Konstruktivisme) dengan menggunakan PUZZQUARE. MMP juga memberikan pembelajaran yang terstruktur sesuai dengan Struktur Pengajaran Matematika (SPM). MMP juga menekankan pada terbentuknya “masyarakat belajar” yang merupakan salah satu ciri dari  Contextual learning,  yaitu siswa bekerja secara berkelompok untuk berdiskusi, sehingga aktivitas siswa dalam belajar meningkat.
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, diduga  penggunaan PUZZQUARE melalui Model Pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP) mampu meningkatkan hasil belajar luas daerah segiempat siswa kelas VII A SMP Negeri 3 Pati tahun pelajaran 2009/2010
Berdasar pada  kerangka  berpikir di atas,  maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah Penggunaan PUZZQUARE melalui Model Pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP) mampu meningkatkan hasil belajar luas daerah segiempat siswa kelas VII ASMP Negeri 3 Pati tahun pelajaran 2009/2010. Adapun indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah tercapainya ketuntasan belajar klasikal 85% dengan ketuntasan belajar individual 75%.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian ini akan dilakukan dalam dua siklus, masing-masing siklus terdiri dari empat tahap, yaitu planing (perencanaan), acting (tindakan), observing (pengamatan), dan Refleksi (refleksi).
1.     Siklus I
Perencanaan. Perencanaan (planning) dalam penelitian ini meliputi; (i) identifikasi masalah, (ii) menyusun rencana pembelajaran disertai lembar kerja siswa dan alat evaluasinya, intervensi yang digunakan pada siklus pertama adalah penggunaan PUZZQUARE melalui model pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP) dengan banyak anggota pada masing-masing kelompok 4 – 5 siswa.
Tindakan. Melaksanakan rencana pembelajaran model Missouri Mathematics Project (MMP) dengan menggunakan PUZZQUARE sebagai medianya.
Pengamatan. Pengamatan dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung dan setelah pelaksanaan pembelajaran. Pengamatan dimaksudkan untuk mengumpulkan data, data yang dikumpulkan meliputi : (i) data tentang proses pembelajaran di kelas (clasroom observer form dan learning logs), (ii) data tentang keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran, (iii) data kemajuan hasil belajar siswa.
Refleksi. Data yang diperoleh dari hasil observasi kemudian dianalisis. Kegiatan refleksi ini antara lain : (a) Mengetahui perkembangan hasil belajar siswa;
(b) Mengkaji dampak implementasi penggunaan PUZZQUARE melalui model pembelajaran MMP terhadap perkembangan aktivitas belajar dan hasil belajar siswa.
2.     Proses Tindakan Siklus II
Siklus II dirancang berdasarkan hasil refleksi siklus I, namun secara garis besar langkah-langkah pada siklus II ini meliputi:
Perencanaan. Perencanaan  dalam  penelitian  ini  meliputi,  (i)  identifikasi masalah, (ii) menyusun rencana pembelajaran disertai lembar kerja siswa dan alat evaluasinya, intervensi yang digunakan pada siklus kedua adalah Penggunaan PUZZQUARE melalui model pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP).  
Tindakan. Melaksanakan rencana pembelajaran model Missouri Mathematics Project (MMP) dengan PUZZQUARE sebagai medianya.
Pengamatan. Pengamatan dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung dan setelah pelaksanaan pembelajaran. Pengamatan dimaksudkan untuk mengumpulkan data (data collecting), data yang dikumpulkan meliputi : (i) data tentang proses pembelajaran di kelas (clasroom observer form dan learning logs), (ii) data tentang keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran, (iii) data kemajuan hasil belajar siswa.
Refleksi. Data yang diperoleh dari hasil pengamatan kemudian dianalisis. Kegiatan Refleksi ini antara lain: (a) Mengetahui perkembangan hasil belajar siswa.
(b) Mengkaji dampak implementasi penggunaan PUZZQUARE melalui model pembelajaran MMP terhadap perkembangan hasil belajar siswa.


HASIL PENELITIAN
1.      Siklus 1
Siklus 1 dilaksanakan pada Selasa, 4 Mei 2010. Berdasarkan penelitian tindakan dan pengamatan dari siklus 1 diperoleh data sebagai berikut:
Data siswa. Perolehan hasil belajar siswa sebelum dilaksanakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan rekapitulasi sebagai berikut:
NILAI (N)
FREKUENSI (F)
N x F
60
3
180
65
4
260
70
3
210
75
7
525
80
3
240
85
1
85
JUMLAH
21
1500
RATA - RATA

71,42857

     


Sedangkan rekapitulasi perolehan hasil belajar siklus 1 adalah sebagai berikut:
NILAI (N)
FREKUENSI (F)
N x F
65
4
260
70
3
210
75
6
450
80
4
320
85
1
85
90
2
180
95
1
95
JUMLAH
21
1600
RATA- RATA

76,19048

Jumlah siswa yang mencapai ketercapaian adalah 14siswa
                        Jumlah siswa yang belum mencapai ketercapaian adalah 7siswa
                        Persentase ketercapaian klasikal         =    = 66,67%
                        Rata-rata hasil belajar klasikal = 76,2
Grafik perolehan hasil belajar siswa sampai dengan dilaksanakannya siklus 1 adalah sebagai berikut:
Hasil yang diperoleh dari data siswa adalah sebagai berikut: (1) siswa sudah lebih aktif dalam diskusi kelompok, karena banyak siswa yang merasa senang mengikuti pembelajaran yang dilakukan. (2) 70% siswakelas VII A sudah terlibat aktif dalam pembelajaran luas daerah segiempat dengan menggunakan PUZZQUARE melalui MMP. Hasil belajar siswa pada siklus 1 ini, sudah mengalami peningkatan rata-rata hasil belajar menjadi 76,2, meskipun belum mencapai ketercapaian yang diinginkan.
Data guru. Guru sudah mampu menyampaikan dan melaksanakan pembelajaran   MMP dengan baik. (1) guru secara proaktif membimbing siswa yang mengalami kesulitan dalam diskusi kelompoknya; (2) Guru telah berhasil mengaktifkan siswa dalam diskusi kelompoknya.

2.      Siklus 2
Siklus 2 dilaksanakan pada Jum’at, 7 Mei 2010. Berdasarkan penelitian tindakan dan pengamatan dari siklus 2 diperoleh data sebagai berikut:
Data siswa. Perolehan hasil belajar siklus 2 dapat dilihat pada lampiran dengan rekapitulasi sebagai berikut:

NILAI (N)
FREKUENSI (F)
N x F
70
1
70
75
7
525
80
6
480
85
3
255
90
1
90
95
1
95
100
2
200
JUMLAH
21
1715
RATA - RATA

81,66667

Jumlah siswa yang mencapai ketercapaian 20 siswa
Jumlah siswa yang belum mencapai ketercapaian 1 siswa
Persentase ketercapaian klasikal = = 95,23%
Rata-rata hasil belajar klasikal = 81,67
Grafik perolehan hasil belajar siswa sampai dengan dilaksanakannya siklus 2 adalah sebagai berikut:
Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut: (1) siswa sudah lebih aktif dalam diskusi kelompok, karena banyak siswa yang merasa senang mengikuti pembelajaran yang dilakukan. (2) siswa sangat antusias mengikuti pembelajaran MMP. 90% siswa terlibat dalam diskusi kelompok. (3) Hasil belajar siswa pada siklus 2 ini, sudah mengalami peningkatan menjadi 95,23% dengan rata-rata hasil belajar 81,67, yang berarti sudah mencapai ketercapaian yang diinginkan.
Data guru. Guru sudah mampu menyampaikan dan melaksanakan pembelajaran MMP dengan baik. (1) guru secara proaktif membimbing siswa yang mengalami kesulitan dalam diskusi kelompoknya. (2) Guru telah berhasil mengaktifkan siswa dalam diskusi kelompoknya

PEMBAHASAN
1.      Siklus 1
Hasil belajar siswa yang diperoleh pada siklus 1 ternyata masih belum mencapai ketercapaian yang diiginkan. Banyak siswa yang masih sulit berinteraksi dengan teman ketika harus memecahkan maslah melalui diskusi kelompok.
Hasil refleksi dari pelaksanaan siklus 1 adalah guru harus lebih jelas dalam menerangkan tujuan dan model pembelajaran yang akan digunakan, guru harus lebih proaktif dalam membimbing siswa untuk melaksanakan pembelajaran melalui diskusi kelompok dengan langkah-langkah menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa, menyajikan bahan atau informasi, mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar, membimbing kelompok bekerja dan belajar, evaluasi, dan memberikan penghargaan.
Sarman mengemukakan bahwa anak belajar tidak hanya sekedar untuk mengetahui sesuatu (learning to know) tetapi juga belajar untuk melakukan (learning to do), belajar menjiwai (learning to be), dan belajar bagaimana seharusnya belajar (learning to learn) serta belajar berasosiasi dengan lingkungan sesama teman (learning to live together). Dengan pola belajar yang seperti itu akan terjadi komunikasi antar siswa dan antar kelompok siswa sehingga siswa dapat mengaitkan konsep-konsep matematika yang dipelajari dengan konsep lain yang relevan sehingga mampu berpikir secara komprehensif dan belajar memecahkan masalah. Sehingga dengan diterapkannya pembelajaran MMP, siswa akan lebih mudah dalam memecahkan masalah sesuai dengan pola belajar tersebut di atas.
Secara umum, karena hasil yang dicapai dalam pembelajaran belum memenuhi ketercapaian minimal, maka dilaksanakan siklus berikutnya.
2.      Siklus 2
Pada siklus 2, pembelajaran berlangsung dengan baik, diskusi berjalan lancar dan hamper semua siswa terlibat aktif dalam diskusi. Guru lebih proaktif mengarahkan siswa yang mengalami kesulitan, sehingga hasil belajar siswa pada siklus 2 ini sudah mencapai ketercapaian yang diinginkan. Dengan pembelajaran kooperatif, siswa bias saling berinteraksi dengan teman dalam mendiskusikan pemecahan masalah pada materi luas daerah segiempat. Sesuai dengan langkah utama dalam pembelajaran MMP, yaitu Review, pengembangan, kerja kooperatif, kerja mandiri (Seat Work), dan Penugasan (PR), maka penerapan pembelajaran MMP pada materi luas daerah segiempat mampu meningkatkan hasil belajar siswa sesuai ketercapaian yang diharapkan. Jadi hasil refleksi dari siklus 2  adalah  bahwa penelitian tindakan tidak perlu dilanjutkan pada siklus berikutnya, karena ketercapaian yang diharapkan sudah tercapai.
Berdasarkan kajian pustaka, analisis dan pembahasan hasil penelitian, maka simpulan yang dapat diambil dalam Penelitian Tindakan ini adalah: (1) Pembelajaran berlangsung sangat efektif karena pengalaman dalam menemukan luasdaerah segiempat lebih melekat dalam diri siswa. (2) Peran aktif siswa dalam pembelajaran dapat ditingkatkan. (3) Penggunaan PUZZQUARE melalui Missouri Mathematics Projects (MMP) dapat meningkatkan hasil belajar Luas daerah Segiempat Siswa
Saran yang dapat peneliti sampaikan adalah sebagai berikut: (1) Guru hendaknya lebih kreatif mencari dan mencoba berbagai alternatif metode pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa. (2) Sekolah sebagai fasilitator hendaknya menyediakan keperluan dan sarana yang diperlukan guru dalam menerapkan model dan metode pembelajaran. (3) Metode demonstrasi disarankan dapat digunakan pada materilain yang relevan.
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas Dirjend Dikdasmen, 2004, Pedolman Khusus Pengembangan Silabus Berbasis Kompetensi Sekolah Menengah Pertama (SMP) Mata Pelajaran Matematika, Jakarta : Direktorat PLP
Krismanto. AL. 2003. Beberapa Teknik, Model, Dan Strategi Dalam Pembelajaran Matematika. Yogyakarta. Pusat Pengembangan Penataran Guru (PPPG).
Mursitowati, Dyah (2009) EKSPERIMEN MODEL MISSOURI MATHEMATICS PROJECT (MMP) DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN GEOMETRI DITINJAU DARI KEMANDIRIAN SISWA (Kelas VII Semester II SMP Negeri 1 NogosariBoyolaliTahun 2008/2009).Skripsi thesis, UniversitasMuhammadiyah Surakarta.
Musrofi, M. 2008. Melejitkan Potensi Otak. Yogyakarta:Pustaka Insan Madani.
Riwahyuti. 2008. Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Luas Daerah Segiempat Siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Pati melalui Metode Demonstrasi. Hasil PTK.
Sarman. 2003. Kebermaknaan Belajar merupakan Ciri Kurikulum Berbasis Kompetensi.
Sofi’i. 2009. Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Materi Kesebangunan dan Kongruensi melalui Model Pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP) Kelas IX SMPNegeri 3 Pati. Hasil PTK.
Supriyono, Heru. (2004). Pembelajaran Kontekstual Mata Pelajaran Matematika SMP Dalam Pelaksanaan Kurikulum 2004.
Sutopo, Hadi. 2009. Pengembangan Model Pembelajaran Pembuatan Aplikasi Multimedia Khususnya Puzzle Game Pada Kuliah Multi Media. Sinopsis Disertasi.

0 komentar:

Posting Komentar