PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH SUKSES,
PERSATUAN KESATUAN DAN PERTAHANAN BANGSA MENUJU NEGARA MARITIM TERWUJUD
DISUSUN DALAM RANGKA MENGIKUTI LOMBA KARYA TULIS HARI NUSANTARA TAHUN 2011
OLEH:
WULAN FITRIYANI, S. Pd.
PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH SUKSES,
PERSATUAN KESATUAN DAN PERTAHANAN BANGSA
MENUJU NEGARA MARITIM TERWUJUD
I. PENDAHULUAN
Munculnya ancaman terhadap keutuhan NKRI, disintegrasi, dan distorsi terhadap nilai – nilai Pancasila sebagai dasar dan ideologi bangsa merupakan akibat dari lemahnya penanaman nilai – nilai nasionalisme dan Pancasila pada para siswa dan masyarakat. Menipisnya rasa nasionalisme di kalangan generasi muda bukanlah persoalan sederhana. Untuk itulah, sesuai dengan yang diamanatkan dalam UU Sistem pendidikan nasional, dalam pembelajaran di sekolah harus terkandung pendidikan karakter.
Sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.
Pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat.
II. NASIONALISME, PANCASILA DAN PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH
Nasionalisme menurut Kohn (1961:11) adalah suatu paham yang berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan kepada negara kebangsaan. Ketika negara yang bernama Indonesia akhirnya terwujud pada tanggal 17 Agustus 1945, dengan penghuninya yang disebut bangsa Indonesia, persoalan ternyata belum selesai. Bangsa Indonesia masih harus berjuang dalam perang kemerdekaan antara tahun 1945-1949, tatkala penjajah menginginkan kembali jajahannya. Nasionalisme kita saat itu betul-betul diuji di tengah gejolak politik dan politik divide et impera Belanda. Setelah pengakuan kedaulatan tahun 1949, nasionalisme bangsa masih terus diuji dengan munculnya gerakan separatis di berbagai wilayah tanah air hingga akhirnya pada masa Demokrasi Terpimpin, masalah nasionalisme diambil alih oleh negara. Nasionalisme politik pun digeser kembali ke nasionalisme politik sekaligus kultural. Dan, berakhir pula situasi ini dengan terjadinya tragedi nasional 30 September 1965. (Neni Herlina dalam www.setneg.go.id)
Tahun 1998 terjadi Reformasi yang memporakporandak-an stabilitas semu yang dibangun Orde Baru. Masa ini pun diikuti dengan masa krisis berkepanjangan hingga berganti empat orang presiden. Potret nasionalisme itu pun kemudian memudar. Banyak yang beranggapan bahwa nasionalisme sekarang ini semakin merosot, di tengah isu globalisasi, demokratisasi, dan liberalisasi yang semakin menggila. Nasionalisme yang harus dibangkitkan kembali adalah nasionalisme yang diarahkan untuk mengatasi semua permasalahan di atas, bagaimana bisa bersikap jujur, adil, disiplin, berani melawan kesewenang-wenangan, tidak korup, toleran, dan lain-lain. Bila tidak bisa, artinya kita tidak bisa lagi mempertahankan eksistensi bangsa dan negara dari kehancuran total.(Neni herlina dalam www.setneg.go.id.)
Menurut Edi Saryanto dalam Derap Guru Jawa Tengah, nasionalisme erat kaitannya dengan patriotisme. Sebelum Indonesia merdeka, patriotisme bangsa Indonesia diuji ketika merebut kemerdekaan. Namun sekarang nilai – nilai patriotisme kita perlukan untuk mengisi kemerdekaan untuk mencapai tujuan pembangunan nasional dan tidak tertinggal dari kemajuan bangsa – bangsa lain dengan berjatidiri sebagai bangsa Indonesia.
Dalam konteks patriotisme dan nasionalisme Indonesia, semua warga negara Indonesia seharusnya tetap konsisten dan wajib melaksanakan serta mengamalkan nilai – nilai Pancasila dalam kehidupan sehari – hari, melalui beberapa cara, yaitu: (1) tata pikir, tata ucap, dan tata laku kita harus diselaraskan dengan nilai – nilai yang terkandung dalam lima sila Pancasila; (2) kepentingan bangsa dan Negara harus diletakkan di atas kepentingan individu, golongan, dan kedaerahan; (3) komunikasi, koordinasi, sinergi, dan semangat kebersamaan harus dibangun dan menjadi ciri demokrasi yang mengutamakan musyawarah untuk mufakat; (4) hindari sikap kapitalis, dominasi mayoritas dan tirani minoritas, sikap anarkhi, perilaku koruptif serta adu domba; (5) Jadikan nilai – nilai Pancasila dan norma – norma agama sebagai panutan kita. (Bibit Waluyo dalam Derap Guru Jawa Tengah ed. 137)
Pendidikan karakter kini memang menjadi isu utama pendidikan, selain menjadi bagian dari proses pembentukan akhlak anak bangsa, pendidikan karakter ini pun diharapkan mampu menjadi pondasi utama dalam mensukseskan Indonesia Emas 2025. Sekolah sebagai bagian dari lingkungan memiliki peranan yang sangat penting. Setiap sekolah dan seluruh lembaga pendidikan memiliki school culture , dimana setiap sekolah memilih pendisiplinan dan kebiasaan mengenai karakter yang akan dibentuk. Para pemimpin dan pendidik lembaga pendidikan harus mampu memberikan suri teladan mengenai karakter tersebut, dan pendidikan karakter ini harus dijadikan penyadaran dan pembiasaan bagi guru dan siswa melalui proses pembelajaran. (dikti.go.id)
Sri Suranto mengungkapkan bahwa pendidikan karakter sangat penting untuk menanamkan nilai – nilai kepribadian yang baik dan benar bagi para siswa, yang diharapkan mampu membentengi anak – anak dari berbagai pengaruh negatif yang sering mengancam nilai – nilai luhur yang menjadi budaya dan karakter bangsa kita. Selain itu, menurut HAR Tilaar, pendidikan karakter yang dikembangkan sudah seharusnya berakar dari budaya bangsa Indonesia yang menyepakati Bhinneka Tunggal Ika, yang menjadi keunikan bangsa dan Negara Indonesia di tengah arus Globalisasi. Keberhasilan Indonesia membentuk karakter siswa sebagai anak – anak bangsa yang mampu hidup berdampingan dalam keberagaman suku, agama, ras, dan antargolongan akan menjadi kontribusi terbesar bangsa ini di kancah global. (Derap Guru Jawa Tengah ed. 137)
Paradigma pendidikan masa sekarang yang sangat kita butuhkan adalah keseimbangan antara pembinaan intelek, emosi dan spirit. Kalau seluruh bangsa berkehendak untuk mengembalikan suasana persatuan dan kesatuan bangsa yang kondusif dan patriotik, maka sangatlah penting bagi pemerintah untuk menata kembali politik pendidikan nasional. Tingkatkan dan kembangkan kembali pendidikan politik bangsa yang patriotis, agamis, ideologis, dan berjiwa optimis.
Mengembangkan pendidikan berdasarkan karakter (character base education) dengan menerapkan ke dalam setiap pelajaran yang ada di samping mata pelajaran khusus untuk mendidik karakter, seperti: pelajaran Agama, Sejarah, Moral Pancasila dan Budaya Bangsa. Nilai-Nilai yang diajarkan dalam Pendidikan Karakter Lickona (1992) menekankan pentingnya tiga komponen karakter yang baik (components of good character) yaitu moral knowing atau pengetahuan tentang moral, moral feeling atau perasaan tentang moral dan moral action atau perbuatan bermoral. Hal ini diperlukan agar siswa didik mampu memahami, merasakan dan mengerjakan sekaligus nilai-nilai kebajikan. (Endang Sumantri dalam www.setneg.go.id )
Mengembangkan pendidikan berdasarkan karakter (character base education) dengan menerapkan ke dalam setiap pelajaran yang ada di samping mata pelajaran khusus untuk mendidik karakter, seperti: pelajaran Agama, Sejarah, Moral Pancasila dan Budaya Bangsa. Nilai-Nilai yang diajarkan dalam Pendidikan Karakter Lickona (1992) menekankan pentingnya tiga komponen karakter yang baik (components of good character) yaitu moral knowing atau pengetahuan tentang moral, moral feeling atau perasaan tentang moral dan moral action atau perbuatan bermoral. Hal ini diperlukan agar siswa didik mampu memahami, merasakan dan mengerjakan sekaligus nilai-nilai kebajikan. (Endang Sumantri dalam www.setneg.go.id )
Tentang pendidikan karakter ini pun, dengan kepiawaian guru dapat dijadikan rujukan untuk bahan pengayaan dalam proses pembelajaran setiap mata pelajaran dan perilaku serta keteladanan orang dewasa, karena pendidikan karakter lebih mendalam tentang pendidikan moral, sehingga siswa sebagai anak bangsa mempunyai karakter dapat dipercaya (jujur dan integritas), memperlakukan orang lain dengan hormat, bertanggungjawab, adil, mempunyai rasa kasih saying dan mampu menjadi warga negara yang baik.
III. NASIONALISME DAN JATI DIRI BANGSA DALAM MENGHADAPI ERA GLOBALISASI
Globalisasi ditandai dengan kemajuan teknologi informasi yang telah menjadikan dunia semakin sempit (the shrinking globe), karena begitu mudahnya orang berkomunikasi dari berbagai belahan bumi mana pun. Pendaya guna utama di era globalisasi saat ini adalah teknologi informasi, siapa pun—bahkan oleh individu sekali pun— asal dapat memanfaatkan akses global untuk meraih berbagai peluang yang tersedia di era global, akan dapat berperan dalam era globalisasi saat ini.
Era globalisasi, tentu saja membuka peluang sekaligus tantangan. Untuk memanfaatkan berbagai peluang di era globalisasi itu, kita harus memahami tiga fitur yang sangat penting; pertama, open competition; kedua, interdependency; dan ketiga competitiveness.Open competition adalah kondisi persaingan terbuka yang semakin meluas dan menyangkut berbagai dimensi kehidupan. Karena kompetisi itu semakin terbuka dan meluas, dengan sendirinya tingkat kompleksitas dari kompetisi itu akan semakin meningkat sehingga mendorong terjadinya fitur yang kedua, yaitu desakan untuk semakin meningkatnya aspek saling ketergantungan atau interdependencyantara satu pihak dengan pihak lain. Dan untuk menghadapi kompetisi yang semakin meluas, namun juga bersifat saling ketergantungan itu, maka setiap pihak dituntut untuk memiliki fitur ketiga, yaitu daya saing atau competitiveness yang tinggi. (Dadan Wildan dalam www.setneg.go.id )
Bagi Indonesia, rumusan paham kebangsaan telah dirumuskan dengan jelas di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Membangun sebuah negara kebangsaan yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Membina persahabatan dalam pergaulan antarbangsa. Menciptakan perdamaian dunia yang berlandaskan keadilan. Menolak penjajahan dan segala bentuk eksploitasi, yang bertentangan dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Upaya mengembangkan faham kebangsaan itu, dengan sendirinya akan menyesuaikan diri dengan tantangan perubahan zaman. Namun, esensinya sama sekali tidak berubah. Nasionalisme harus memperkuat posisi ke dalam, dengan memelihara dan mempertahankan kedaulatan dan integritas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Esensinya adalah berjuang membangun kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis, menegakkan hukum, dan membangun ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Esensi ini tidak akan berubah untuk selama-lamanya. (Dadan Wildan dalam www.setneg.go.id )
Upaya mengembangkan faham kebangsaan itu, dengan sendirinya akan menyesuaikan diri dengan tantangan perubahan zaman. Namun, esensinya sama sekali tidak berubah. Nasionalisme harus memperkuat posisi ke dalam, dengan memelihara dan mempertahankan kedaulatan dan integritas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Esensinya adalah berjuang membangun kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis, menegakkan hukum, dan membangun ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Esensi ini tidak akan berubah untuk selama-lamanya. (Dadan Wildan dalam www.setneg.go.id )
IV. PERSATUAN DAN KESATUAN BANGSA CERMIN PERTAHANAN NKRI MENUJU NEGARA MARITIM
Indonesia merupakan negara kepulauan yang berbentuk republik, terletak di kawasan Asia Tenggara. Indonesia memiliki lebih kurang 17.000 buah pulau dengan luas daratan 1.922.570 km2 dan luas perairan 3.257.483 km2. Berdasarkan letak geografisnya, kepulauan Indonesia di antara Benua Asia dan Benua Australia, serta di antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Berdasarkan posisi geografisnya, negara Indonesia memiliki batas-batas: Utara - Negara Malaysia, Singapura, Filipina, Laut Cina Selatan. Selatan - Negara Australia, Samudera Hindia. Barat - Samudera Hindia. Timur - Negara Papua Nugini, Timor Leste, Samudera Pasifik. (http://zakyways.blogspot.com)
Sebagai Negara yang mempunyai garis pantai terpanjang di dunia, Indonesia merupakan daerah yang rawan konflik antar budaya dan perpecahan daerah. Bangsa Indonesia terdiri atas beragam suku bangsa, agama, dan budaya, yang menempati beberapa pulau besar dan kecil di Indonesia. Hal ini mengakibatkan timbulnya perbedaan pandangan antar suku bangsa yang pada akhirnya memicu timbulnya konflik antar daerah.
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk karena terdiri dari bermacam-macam suku, adat istiadat, bahasa, dan agama. Kemajemukan tersebut, disatu sisi menjadi suatu potensi kemungkinan terjadinya konflik, disisi lain bisa menjadi unsur perekat dalam rangka membina persatuan dan kesatuan bangsa. Masalah persatuan dan kesatuan bangsa menjadi masalah utama negara untuk mencapai kemajuan dan tujuan bangsa Indonesia. Upaya itu telah ditempuh oleh bangsa Indonesia sejak masa pergerakan nasional, karena pada masa itu persatuan dan kesatuan bangsa sangat diperlukan dan menjadi modal utama dalam menghadapi kekuasaan kolonial ( penjajahan ). Masalah persatuan dan kesatuan bangsa bukan hanya diperlukan pada saat bangsa Indonesia menghadapi kekuasaan asing saja, melainkan terus diperlukan hingga sekarang, agar kemerdekaan bangsa dan negara yang berhasil dicapai oleh para pendahulu kita tidak digoyah dan hancur di tangan kita. (http://www.pstkhzmusthafa.or.id )
Dalam situasi dan kondisi bangsa Indonesia seperti apapun, persatuan dan kesatuan bangsa yang kuat mutlak diperlukan sepanjang masa. Karena itu seluruh komponen bangsa Indonesia harus mewujudkan rasa persatuan dan kesatuan bangsa itu, sehingga Indonesia berdiri kokoh (http://www.pelita.or.id). Jika kita menginginkan pertahanan dan kekokohan Republik Indonesia sebagai Negara maritim menuju terwujudnya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bangsa Indonesia harus mempunyai kesamaan pandangan dan pola pikir dalam mempertahankan diri dari perbedaan yang mengakibatkan perpecahan, melalui Bhinneka Tunggal Ika dan Pancasila.
Ancaman dari luar yang membahayakan NKRI adalah masuknya pengaruh asing yang bisa dengan mudah menyusup ke Indonesia melalui daerah perbatasan. Daerah perbatasan merupakan daerah yang paling rawan, sebagai contoh adalah kasus Sipadan dan Ligitan yang pada akhirnya lepas dari Negara Indonesia.
Kekokohan bangsa Indonesia sebagai kekuatan yang manunggal dalam menghadapi ancaman dari luar, baik yang secara nyata maupun yang tersembunyi melalui arus budaya asing dan teknologi. Hal ini sangat dipengaruhi oleh pribadi bangsa yang berkarakter.
Siswa sebagai anak bangsa, harus dibiasakan untuk selalu cinta tanah air. Sudah menjadi kebiasaan bagi siswa di Propinsi Jawa Tengah, untuk selalu mengucapkan salam “ABITA” pada pukul 07.00 setiap hari sekolah sebelum pelajaran dimulai, Aku bangga Indonesia Tanah Airku, Merah Putih Tumpah Darahku Yes!. Salam ABITA ini adalah himbauan dari Gubernur Jawa Tengah, dengan harapan tertanamnya rasa nasionalisme dan kebangsaan siswa sebagai anak Indonesia, yang secara otomatis akan menanamkan jiwa patriotism terhadap merah putih dan tumpah darah Indonesia.
Kasus di atas adalah salah satu contoh penanaman pendidikan karakter di kalangan siswa sebagai anak bangsa. Diharapkan para siswa mempunyai pribadi yang kuat dan berkarakter dalam memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia menuju terwujudnya Negara maritim, Negara Kesatuan Republik Indonesia.
V. PENUTUP
Kekuatan bangsa Indonesia bisa kita galang dari kalangan generasi muda, khususnya para siswa. Penanaman konsep kebangsaan demi tercapainya persatuan dan kesatuan bangsa bisa kita mulai dari bangku sekolah. Penerapan pendidikan karakter yang secara rutin disisipkan dalam materi pelajaran sekolah akan lebih mudah membentuk kepribadian siswa yang berkarakter, menjadi pribadi yang tangguh, cinta tanah air, dan mempunyai rasa nasionalisme yang tinggi.
Dengan berhasilnya pendidikan karakter di sekolah menjadikan siswa sebagai anak bangsa yang mempunyai integritas, loyalitas dan moral yang baik dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa menuju Negara maritim dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
DAFTAR PUSTAKA
Derap Guru Jawa Tengah ed. 137
dikti.go.id
UU No 20 Tahun 2000, Sistem Pendidikan Nasional
0 komentar:
Posting Komentar